Menko Polhukam Tidak Ingin KPK Dan PPATK Permalukan Presiden
JAKARTA, (KN.com) — Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menjaga wibawa kepresidenan. Ke depan, Tedjo berharap akan adanya komunikasi terlebih dulu dengan Presiden apabila calon pejabat yang diajukan pemerintah diduga bermasalah.
"Kalau ada calon, dan KPK dengar ada sesuatu di sana, bertemulah dengan Presiden, jangan sampai Presiden dipermalukan dengan situasi begini. Sampaikan saja secara terbuka ke Presiden, pasti jadi pertimbangan," kata Tedjo di kantor Kemenko Polhukam, Selasa (20/1/2015).
Tedjo pun merujuk pada pencalonan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai kepala Polri yang tidak melibatkan KPK dan PPATK. Menurut dia, pemerintah tidak memiliki kewajiban menggunakan dua lembaga itu untuk menelusuri rekam jejak.
Namun, apabila KPK dan PPATK ternyata menilai ada persoalan dalam calon yang akan ditetapkan oleh Presiden, Tedjo meminta agar KPK bersuara. Presiden, sebut dia, selalu menginginkan calon yang dipilihnya adalah sosok yang bersih dari berbagai persoalan.
"Jangan sampai ada institusi yang tidak tersentuh, maka komunikasi itu perlu," kata dia.
Terkait dengan label merah yang dicantumkan KPK untuk Budi Gunawan saat seleksi menteri lalu, Tedjo mengaku tidak menerima informasi itu. Tedjo yang juga Ketua Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) itu menuturkan, pihaknya hanya berdasarkan pada surat klarifikasi Badan Reserse Kriminal Polri yang menyatakan bahwa rekening Komjen Budi Gunawan dipastikan bersih.
"Polri dan kejaksaan adalah lembaga kredibel, konstitusional. Kalau tidak dipercaya, untuk apa ada? Ya kita pegang, dong," ucap dia.
Seperti diketahui, KPK menetapkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi. Pelantikan Budi yang ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagai kepala Polri terpilih pun ditunda. Presiden mengaku terkejut saat mengetahui bahwa Kepala Lembaga Pendidikan Kepolisian itu ditetapkan sebagai tersangka. (kompas.com/nasional)
"Kalau ada calon, dan KPK dengar ada sesuatu di sana, bertemulah dengan Presiden, jangan sampai Presiden dipermalukan dengan situasi begini. Sampaikan saja secara terbuka ke Presiden, pasti jadi pertimbangan," kata Tedjo di kantor Kemenko Polhukam, Selasa (20/1/2015).
Tedjo pun merujuk pada pencalonan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai kepala Polri yang tidak melibatkan KPK dan PPATK. Menurut dia, pemerintah tidak memiliki kewajiban menggunakan dua lembaga itu untuk menelusuri rekam jejak.
Namun, apabila KPK dan PPATK ternyata menilai ada persoalan dalam calon yang akan ditetapkan oleh Presiden, Tedjo meminta agar KPK bersuara. Presiden, sebut dia, selalu menginginkan calon yang dipilihnya adalah sosok yang bersih dari berbagai persoalan.
"Jangan sampai ada institusi yang tidak tersentuh, maka komunikasi itu perlu," kata dia.
Terkait dengan label merah yang dicantumkan KPK untuk Budi Gunawan saat seleksi menteri lalu, Tedjo mengaku tidak menerima informasi itu. Tedjo yang juga Ketua Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) itu menuturkan, pihaknya hanya berdasarkan pada surat klarifikasi Badan Reserse Kriminal Polri yang menyatakan bahwa rekening Komjen Budi Gunawan dipastikan bersih.
"Polri dan kejaksaan adalah lembaga kredibel, konstitusional. Kalau tidak dipercaya, untuk apa ada? Ya kita pegang, dong," ucap dia.
Seperti diketahui, KPK menetapkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi. Pelantikan Budi yang ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagai kepala Polri terpilih pun ditunda. Presiden mengaku terkejut saat mengetahui bahwa Kepala Lembaga Pendidikan Kepolisian itu ditetapkan sebagai tersangka. (kompas.com/nasional)
Tidak ada komentar: