Ketua KPK: Budi Gunawan Dapat Rapor Merah
Ketua KPK Abraham Samad |
JAKARTA, (KN.com) - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad menyatakan bahwa Komisaris Jenderal Pol Budi Gunawan mendapatkan rapor merah saat penelurusan rekam jejak calon menteri Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo.
"Sekarang waktunya KPK memberi penjelasan karena selama ini KPK coba menahan diri bahwa yang bersangkutan Komjen BG (Budi Gunawan) pada saat pencalonan menteri, saat itu KPK sedang tangani kasusnya, KPK memberi catatan merah. Jadi sudah jauh-jauh kita sudah beri usulan bahwa yang bersangkutan sudah punya catatan merah. Jadi tidak elok kalau diteruskan (sebagai menteri)," kata Abraham di gedung KPK Jakarta, Selasa.
KPK menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah terkait transaksi yang mencurigakan, sejak 12 Januari 2015.
Dugaan penerimaan hadiah itu dilakukan sejak Budi menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karir Deputi Sumber Daya Manusia di Mabes Polri 2003-2006 dan jabatan lainnya di Mabes Polri.
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menyatakan bahwa KPK sebenarnya sudah berusaha bertemu dengan Presiden Joko Widodo pasca menetapkan Budi sebagai tersangka.
"Kami minta waktu pasca ekspose, tapi sampai tadi pagi belum dapat konfirmasi mengenai waktu (pertemuan) dan kami tidak ingin hasil ekspose ini harus menunggu bertemu presiden dulu baru diumumkan. Jadi seperti biasa diumumkan dulu, dan kalau ada kesempatan akan pergi ke presiden dan memberitahukan sudah ada sprindik (surat Perintah penyidikan)," kata Bambang.
Namun Bambang belum membuka siapa orang-orang yang terkait dengan transaksi mencurigakan Budi maupun jumlah transaksi yang mencurigakan milik Budi.
"Siapa orang dan transaksi dan caranya, mohon maaf belum bisa dijelaskan karena yang bisa dijelaskan adalah hasil ekspose dan dikeluarkan sprindik tapi kami pastikan nanti akan dirumuskan di dakwaan," tegas Bambang.
KPK menyangkakan Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan berdasarkan pasal 12 huruf a atau b pasal 5 ayat 2 pasal 11 atau pasal 12 B UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk melakukan atau tidak melakukan terkait jabatannya.
Bila terbukti melanggar pasal tersebut dapat dipidana penjara seumur hidup atau penjara 4-20 tahun kurungan ditambah denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.
Dari laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) terakhir yang dilaporkan Budi Gunawan pada 26 Juli 2013 saat menjadi kandidat Kapolri, harta kekayaannya mencapai Rp22,66 miliar dan 24.000 dolar AS.
Jumlah tersebut meningkat tajam dari laporan terakhir Budi pada 2008 saat masih menjabat Kapolda Jambi yaitu sebesar Rp4,68 miliar.
Kekayaan yang dimiliki mantan ajudan Presiden Megawati itu terdiri dari harta tidak bergerak senilai Rp21,54 miliar berupa tanah dan bangunan yang berada di Jakarta Selatan, Bogor, Subang, Bandung, dan Bekasi.
Selanjutnya harta bergerak berupa alat transportasi senilai Rp475 juta ditambah peternakan dan perkebunan sejumlah Rp40 juta.
Harta bergerak lainnya yang dilaporkan berupa logam mulia, batu mulia dan barang-barang antik sejumlah Rp215 juta. Sedangkan untuk giro, setara kas mencapai Rp383,44 juta ditambah 24.000 dolar AS. (antaranews/hukum)
"Sekarang waktunya KPK memberi penjelasan karena selama ini KPK coba menahan diri bahwa yang bersangkutan Komjen BG (Budi Gunawan) pada saat pencalonan menteri, saat itu KPK sedang tangani kasusnya, KPK memberi catatan merah. Jadi sudah jauh-jauh kita sudah beri usulan bahwa yang bersangkutan sudah punya catatan merah. Jadi tidak elok kalau diteruskan (sebagai menteri)," kata Abraham di gedung KPK Jakarta, Selasa.
KPK menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah terkait transaksi yang mencurigakan, sejak 12 Januari 2015.
Dugaan penerimaan hadiah itu dilakukan sejak Budi menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karir Deputi Sumber Daya Manusia di Mabes Polri 2003-2006 dan jabatan lainnya di Mabes Polri.
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menyatakan bahwa KPK sebenarnya sudah berusaha bertemu dengan Presiden Joko Widodo pasca menetapkan Budi sebagai tersangka.
"Kami minta waktu pasca ekspose, tapi sampai tadi pagi belum dapat konfirmasi mengenai waktu (pertemuan) dan kami tidak ingin hasil ekspose ini harus menunggu bertemu presiden dulu baru diumumkan. Jadi seperti biasa diumumkan dulu, dan kalau ada kesempatan akan pergi ke presiden dan memberitahukan sudah ada sprindik (surat Perintah penyidikan)," kata Bambang.
Namun Bambang belum membuka siapa orang-orang yang terkait dengan transaksi mencurigakan Budi maupun jumlah transaksi yang mencurigakan milik Budi.
"Siapa orang dan transaksi dan caranya, mohon maaf belum bisa dijelaskan karena yang bisa dijelaskan adalah hasil ekspose dan dikeluarkan sprindik tapi kami pastikan nanti akan dirumuskan di dakwaan," tegas Bambang.
KPK menyangkakan Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan berdasarkan pasal 12 huruf a atau b pasal 5 ayat 2 pasal 11 atau pasal 12 B UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk melakukan atau tidak melakukan terkait jabatannya.
Bila terbukti melanggar pasal tersebut dapat dipidana penjara seumur hidup atau penjara 4-20 tahun kurungan ditambah denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.
Dari laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) terakhir yang dilaporkan Budi Gunawan pada 26 Juli 2013 saat menjadi kandidat Kapolri, harta kekayaannya mencapai Rp22,66 miliar dan 24.000 dolar AS.
Jumlah tersebut meningkat tajam dari laporan terakhir Budi pada 2008 saat masih menjabat Kapolda Jambi yaitu sebesar Rp4,68 miliar.
Kekayaan yang dimiliki mantan ajudan Presiden Megawati itu terdiri dari harta tidak bergerak senilai Rp21,54 miliar berupa tanah dan bangunan yang berada di Jakarta Selatan, Bogor, Subang, Bandung, dan Bekasi.
Selanjutnya harta bergerak berupa alat transportasi senilai Rp475 juta ditambah peternakan dan perkebunan sejumlah Rp40 juta.
Harta bergerak lainnya yang dilaporkan berupa logam mulia, batu mulia dan barang-barang antik sejumlah Rp215 juta. Sedangkan untuk giro, setara kas mencapai Rp383,44 juta ditambah 24.000 dolar AS. (antaranews/hukum)
Tidak ada komentar: