17 Sekolah Yogyakarta Miliki Satgas Anti Narkoba
DIY-Yogyakarta, (KN.com) - Sebanyak 17 sekolah dari jenjang SMP dan SMA/SMK di Kota Yogyakarta telah memiliki satuan tugas anti narkoba untuk membantu memutuskan mata rantai penyalahgunaan narkoba yang semakin meningkat.
"Pada hari ini, kami melantik satuan tugas anti narkoba untuk sekolah ke-17 yaitu di SMK Negeri 7 Yogyakarta yang diberi nama Satgas Kovenanza," kata Kepala Badan Narkotika Nasional Kota Yogyakarta Sapto Hadi di Yogyakarta, Senin.
Menurut dia, sebelum satuan tugas tersebut dilantik, seluruh pelajar yang menjadi anggotanya telah menjalani pembekalan mengenai berbagai hal menyangkut narkoba pada akhir Desember 2014.
"Mereka kami bekali dengan informasi mengenai jenis-jenis narkoba, akibat yang ditimbulkan dan cara berkomunikasi dengan teman-teman sebayanya untuk menyampaikan informasi mengenai narkoba," katanya.
Ia berharap, satuan tugas anti narkoba yang sudah terbentuk di 17 sekolah tersebut bisa diikuti dengan pembentukan satuan tugas sejenis di sekolah-sekolah lainnya sehingga upaya pemberantasan narkoba bisa dilakukan lebih maksimal.
Sapto mengatakan, pembentukan santuan tugas di sekolah tersebut memiliki nilai strategis untuk mencegah peredaran narkoba karena sebagian besar pecandu dan pelaku penyalahgunaan narkoba adalah pelajar dan mahasiswa.
"Banyak dari pelajar yang biasanya tidak mengetahui bahwa obat yang dikonsumsinya adalah narkotik. Oleh karena itu, sosialisasi harus terus digencarkan," katanya yang menyebut pecandu termuda yang pernah ditemukan masih berusia 10 tahun.
Berdasarkan data, jumlah pecandu narkoba di Indonesia mencapai 2,4 persen dari jumlah penduduk atau sekitar empat juta orang, di DIY mencapai sekitar 89.000 orang dan di Kota Yogyakarta tercatat sebanyak 5.655 pecandu.
"Jumlah pecandu tersebut tidak turun tetapi justru terus meningkat dari hari ke hari. Sebanyak 50 orang meninggal dunia setiap hari akibat narkoba," katanya.
Pada triwulan terakhir 2014, tercatat sebanyak 61 kasus peredaran narkoba di Kota Yogyakarta dan 50 persen di antaranya adalah pelajar dan mahasiswa.
Sapto mengatakan, pecandu narkoba harus menjalani rehabilitasi, sedangkan pengedar dan sindikat harus dihukum dengan tegas. "Penolakan grasi untuk pengedar dan sindikat narkoba harus didukung termasuk pemberlakukan hukuman mati," katanya.
Hukuman mati untuk sindikat pengedar narkoba yang dilakukan Pemerintah Indonesia, lanjut dia, menimbulkan pro dan kontra mengenai hak asasi manusia.
"Akibat yang ditimbulkan oleh narkoba juga sangat berbahaya untuk generasi muda kita. Oleh karenanya, hukum tidak boleh lemah untuk pengedar narkoba," katanya.
Sementara itu, Ketua Kovenanza Dyah Metaliani mengatakan, penyalahgunaan narkoba di kalangan pelajar biasanya bermula dari rokok dan minuman keras. "Hal itulah yang harus dicegah agar mereka tidak menjadi pecandu," katanya.
Ia pun mendukung hukuman mati kepada pengedar dan sindikat narkoba agar peredaran obat-obatan berbahaya itu bisa diberantas. (antaranews/pendidikan)
"Pada hari ini, kami melantik satuan tugas anti narkoba untuk sekolah ke-17 yaitu di SMK Negeri 7 Yogyakarta yang diberi nama Satgas Kovenanza," kata Kepala Badan Narkotika Nasional Kota Yogyakarta Sapto Hadi di Yogyakarta, Senin.
Menurut dia, sebelum satuan tugas tersebut dilantik, seluruh pelajar yang menjadi anggotanya telah menjalani pembekalan mengenai berbagai hal menyangkut narkoba pada akhir Desember 2014.
"Mereka kami bekali dengan informasi mengenai jenis-jenis narkoba, akibat yang ditimbulkan dan cara berkomunikasi dengan teman-teman sebayanya untuk menyampaikan informasi mengenai narkoba," katanya.
Ia berharap, satuan tugas anti narkoba yang sudah terbentuk di 17 sekolah tersebut bisa diikuti dengan pembentukan satuan tugas sejenis di sekolah-sekolah lainnya sehingga upaya pemberantasan narkoba bisa dilakukan lebih maksimal.
Sapto mengatakan, pembentukan santuan tugas di sekolah tersebut memiliki nilai strategis untuk mencegah peredaran narkoba karena sebagian besar pecandu dan pelaku penyalahgunaan narkoba adalah pelajar dan mahasiswa.
"Banyak dari pelajar yang biasanya tidak mengetahui bahwa obat yang dikonsumsinya adalah narkotik. Oleh karena itu, sosialisasi harus terus digencarkan," katanya yang menyebut pecandu termuda yang pernah ditemukan masih berusia 10 tahun.
Berdasarkan data, jumlah pecandu narkoba di Indonesia mencapai 2,4 persen dari jumlah penduduk atau sekitar empat juta orang, di DIY mencapai sekitar 89.000 orang dan di Kota Yogyakarta tercatat sebanyak 5.655 pecandu.
"Jumlah pecandu tersebut tidak turun tetapi justru terus meningkat dari hari ke hari. Sebanyak 50 orang meninggal dunia setiap hari akibat narkoba," katanya.
Pada triwulan terakhir 2014, tercatat sebanyak 61 kasus peredaran narkoba di Kota Yogyakarta dan 50 persen di antaranya adalah pelajar dan mahasiswa.
Sapto mengatakan, pecandu narkoba harus menjalani rehabilitasi, sedangkan pengedar dan sindikat harus dihukum dengan tegas. "Penolakan grasi untuk pengedar dan sindikat narkoba harus didukung termasuk pemberlakukan hukuman mati," katanya.
Hukuman mati untuk sindikat pengedar narkoba yang dilakukan Pemerintah Indonesia, lanjut dia, menimbulkan pro dan kontra mengenai hak asasi manusia.
"Akibat yang ditimbulkan oleh narkoba juga sangat berbahaya untuk generasi muda kita. Oleh karenanya, hukum tidak boleh lemah untuk pengedar narkoba," katanya.
Sementara itu, Ketua Kovenanza Dyah Metaliani mengatakan, penyalahgunaan narkoba di kalangan pelajar biasanya bermula dari rokok dan minuman keras. "Hal itulah yang harus dicegah agar mereka tidak menjadi pecandu," katanya.
Ia pun mendukung hukuman mati kepada pengedar dan sindikat narkoba agar peredaran obat-obatan berbahaya itu bisa diberantas. (antaranews/pendidikan)
Tidak ada komentar: